Jakarta - DJ asal Indonesia bercerita tentang sulitnya DJ atau produser Indonesia menembus pasar Internasional , disamping itu ia bercerita sedikit tentang projeknya dalam bermusik. Ditemui di FX Sudirman setelah mengisi salah satu acara pada Minggu (31/3) Dipha menuturkan alasan sulitnya DJ Indonesia bisa bersaing di dunia internasional adalah minimnya dukungan dari Media Asing yang meliput DJ asal Indonesia, sebagai catatan tercatat baru beberapa DJ lokal yang berhasil menembus pasar Internasional , selain Diana Dee , Devarra dan JYAP ada nama Angger Dimas yang sudah pernah tampil di Festival berskala dunia. "kesulitannya itu ada pada media luar sana atau source media yang sulit untuk bisa menjangkau musisi di Indonesia, tapi kalau sekarang sudah agak lebih mudah dari dulu dalam menembus pasar Internasional"
DJ yang memiliki impian untuk bisa berkolaborasi membawakan unrelease song mendiang David Bowie ini pernah mendapatkan gelar Raja tanpa mahkota dari para pecinta dance music pada 2018 tepatnya pada saat pemilihan ajang Top100DJ Indonesia, saat itu banyak pecinta dance music terheran-heran karena Dipha tidak meraih peringkat pertama. Padahal banyak dari pecinta dance music yakin betul bahwa tahun lalu adalah tahunnya Dipha , bukan tanpa alasan karena sebelumnya ia berhasil meraih AMI Awards untuk kategori karya produksi dance / elektronik terbaik. Menanggapi hal tersebut Dipha mengaku santai dan memilih untuk tetap fokus dalam berkarya .
"No comment deh, Gua nggak pernah mementingkan peringkat, yang penting gua bisa enjoy dalam berkarya di dunia musik"
Sikap profesionalitas tersebutlah yang mungkin mengantarkan Dipha meraih penghargaan sebagai DJ of the year di Paranoia Award 2018 beberapa bulan setelah pemilihan TOP100DJ .
Kemudian DJ yang sudah cukup kenyang pengalaman dalam bermusik dengan total puluhan lagu yang telah ia produseri ini mengaku dalam bermusik ia tidak pernah mencoba membuat lagu yang catchy , meski kenyataannya lagu-lagu yang Dipha kerjakan selalu mendapat tempat tersendiri bagi pecinta musik.
"Dalam bermusik gua selalu terinspirasi dengan musik yang gua dengerin, jadi gua nggak terlalu ngejar gimana caranya buat musik catchy , karena tujuan pertama buat musik untuk kesenangan jadi gua buat musik dari apa yang gua suka dan apa yang lagi gua dengerin. Intinya kebetulan di era sekarang musik yang gua lagi suka dan apa yang gua buat itu tuh kayak lagi nyambung , jadi ya Alhamdulillah"
Lebih lanjut, DJ yang juga salah satu pencetus berdirinya PonYourTone ini kemudian sedikit bercerita tentang projek pertamanya dalam menembus industri musik Indonesia, dimana itu menjadi durasi pengerjaan projek terpanjang , karena banyak faktor internal yang menjadi hambatan, seperti penyesuaian selera musik dan ego.
"yang paling panjang dalam durasi pengerjaan projek lagu adalah saat pembuatan lagu pertama No One Can Stop Us, pertama dibuat 2014 dan gua harus melalui nggak pede dan musik kayak gini bisa nggak ya untuk dijogetin , itu tuh gua kayak harus melawan ego gua sendiri itulah yang membuat proses pengerjaannya jadi lama banget makanya sekarang jadi cepat"
DJ yang menjadikan Aceh sebagai kota paling terfavoritnya saat melakukan tour, karena besarnya animo masyarakat Aceh yang tidak pernah disangka-sangka oleh Dipha sebelumnya ini baru saja menyelesaikan projek bersama Raisa pada akhir 2018 lalu. Ia pun memberikan tanggapan tentang Raisa sebagai teman duetnya di lagu berjudul "My Kind of Crazy" dan "Mine (Day & Night)" yang secara total telah ditonton jutaan kali di Platform YouTube. "Perasaan saya tentu saja senang, sebetulnya gua nggak nyangka kalau gua dan Raisa bisa satu vibe telinganya dan gua seneng banget punya partner dan sahabat baru , gua very proud sama dia, nggak pernah terpikirkan juga punya partner musik yang baru dan bisa satu studio di tengah kesibukan dia"
Terakhir Dipha membocorkan bahwa sudah ada banyak artis yang siap berkolaborasi dengannya dalam menciptakan sebuah karya "Ada dong, ditunggu aja ya" (MAr.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar