Agatha Chelsea saat ini sedang berjuang menyelesaikan collegenya (Doc. Pribadi)
Jakarta - Aktris penuh talenta Agatha Chelsea membagikan pengalaman serta sudut pandangnya saat menuntut ilmu di Melbourne, Australia.  Chelsea yang saat ini sedang sibuk melanjutkan studi di Trinity College Melbourne menilai perbedaan mendasar antara karakter orang Indonesia dan Australia , terletak dari sikap individualis yang melekat dari native Australia (meskipun hal ini bisa saja terjadi karena belum kenal), sedangkan karakter orang Indonesia lebih sosialis. 

"I think the most distinct difference disini kalau misalnya orang-orangnya disini individualis they care more about themselves and they don't really pay attention to other people"ujarnya menjawab pertanyaan Hey! Journal di sela-sela kesibukannya.

Lebih lanjut, Chelsea mengomentari karakteristik orang Australia selain sikap individualisnya adalah sikap orang Australia yang punya kesadaran sendiri akan tanggung jawab dan patuh akan aturan. Namun Chelsea berpendapat ia lebih suka bergaul dengan sesama orang Indonesia karena lebih memiliki sikap toleransi dan saling kepedulian yang lebih tinggi. Tak jarang, Chelsea lebih sering pergi hangout dengan sesama Indonesia ataupun dari teman-teman serumpun.

"Orang-orang sini lebih individualis. Lebih patuh aturan juga for some reason , even though sebenarnya kalau dibilang 100 persen patuh juga nggak. Tapi disini orang-orangnya lebih ngerasa punya malu sendiri kalau misalnya dia nggak patuh aturan. So I think that's one of the most distinct difference. Terus disini juga orang-orangnya... kalau di Indonesia yang aku rasa paling keren tuh ininya sih kayak toleransi, kemampuan orang-orang Indonesia untuk bisa caring satu sama lain, saling bantu segala macam. Kalau disini after you finished lecture segala macam , yaudah , It's not my que will hangout, jadi kita kayak lebih hangoutnya sama orang Indo lagi, because lebih click aja gitu. Lebih click karena orang-orang Indo lebih peduli, lebih caring, jadi lebih kayak cocok gitu. Jadi yang paling beda sebenarnya itu. Orang sini lebih yang kayak once I finished with my business , once I finished with all my duty lebih yang kayak pergi-pergi aja, sedangkan kalau orang Indo, beres tugas 'ayo yo kita celebrated or like something very personal , lebih yang kayak deket satu sama lain lah, kekeluargaannya lebih karib"jelasnya

Chelsea mengikuti dual certificate program, A-level sehingga bisa berkuliah lebih cepat

Hal lain yang juga membedakan antara Indonesia dan Australia bisa dilihat dari sistem pendidikan di Australia yang sudah menggunakan 'Modern Teaching' dimana dalam metode pengajaran jenis baru ini ,  lebih menekankan proses pembelajaran pada 'student centered' yang mana membuat siswa-siswilah yang menjadi pusat dari proses belajar-mengajar dan guru atau tutor hanya bertindak sebagai fasilitator. Perbedaannya jelas , dalam student centered, siswa dan siswi dituntut untuk bisa lebih aktif dalam memahami materi yang ada dalam kelas, karena kalau mereka pasif dan malu untuk bertanya saat kurang mengerti, maka ia akan terus tertinggal dalam belajar. Beberapa proses belajar bisa berupa aktivitas ruang diskusi, quiz dan semacamnya yang langsung berhubungan dengan keaktifan siswa. 

"Terus dari metode belajarnya juga udah beda banget. disini is very 'student centered' jadi memang harus muridnya yang aktif. Harus muridnya yang tanya-tanya and if we don't ask they assume that we can do it. Jadi you must be very independent, sedangkan kalau di Indonesia gurunya lebih yang kayak 'okay you listen to the teacher' , terus kayak dia yang jelasin semuanya kita nggak perlu banyak tanya, nggak perlu banyak aktif, tapi disini you expect to be active in engage , jadi yang paling beda itu"lanjutnya

Menuntut ilmu di luar negeri membuat Chelsea bisa bertemu beberapa orang asing , bukan hanya dari native speakers, melainkan juga dari teman-teman internasional lain yang juga masuk dalam satu kelas dengan Chelsea , hal ini membuat Chelsea bisa terus mengasah kemampuan berbahasa inggrisnya. 

"Pengalaman unik mungkin yang nggak pernah dirasain temannya disini beda-beda negara,  karena di Indo kan aku di sekolah internasional , tapi semuanya orang Indo jadi kayak we speaks in Indo almost the time, we don't really use the english, tapi disini banyak banget orang-orang dari negara lain. My classmeets itu kayak semuanya orang-orang lain , orang-orang dari negara lain so I am forced speaking english I am forced to think in english segala macam. Jadi I think that's the experience that I never get in Indo, karena kalau di Indo no matter how much you speaking english or think in english, pasti nggak sebanyak kalau kita nggak tinggal diluar gitu"ceritanya.

Australia menjadi pilihannya dalam menuntut ilmu karena
status kampusnya sudah cukup baik
Dalam mengasah kemampuan komunikasi dalam bahasa Inggris tersebut, dan menuntut ilmu di negara dengan aksen Bahasa Inggris yang sedikit berbeda dengan UK dan US.  Chelsea mengaku tidak begitu kesulitan saat berinteraksi dengan para pengajar setempat yang memang menggunakan bahasa inggris yang lebih akademis, sehingga lebih jelas untuk dipahami. Berbeda sedikit saat Chelsea melakukan percakapan dengan orang non akademis. Hal itu disebabkan lebih kepada penggunaan bahasa yang dilakukan tidak dibiasakan untuk bicara di muka umum dan tidak terbiasa berbicara dengan pronounciation yang jelas. Biasanya untuk mengatasi hal ini , Chelsea meminta untuk lawan bicaranya mengulangi ucapannya sambil memperlambat suaranya. 

"Untuk aksen sendiri, aksen disini I think kalau misalnya lecturer sama tutors mereka semua kayak they're very very acamedic jadi mereka bisa lebih jelas kalau ngomong , very clear so I don't really have difficulties in that , tapi yang mungkin lebih sulit adalah kalau misalnya ketemu sama orang kayak orang asing misalnya kayaknya di suburb terus ketemu sama orang-orang yang bukan guru gitu. Itu biasanya lebih sulit karena mereka... 'They aren't used to speaking in front people' terus T'hey aren't used to speaking clearly' jadi emang kayak ada problemnya disitu. Tapi so far isn't that difficult karena Inggrisnya emang bukan Inggris yang aneh banget , sampai benar-benar nggak ngerti . Aksennya memang It's different with UK and US but It's more like UK sebenarnya"

Beralih ke urusan kuliner, Agatha Chelsea yang terkenal melalui ajang pencarian bakat Idola Cilik Season 4 ini menjelaskan menu makanan yang paling ia suka adalah menu makanan saat brunch , meski ia pun sadar kalau harganya tidak terlalu murah. Chelsea mengaku sangat menyukai kue-kue dan tempat makan yang ada di Australia, khususnya ditempatnya saat ini tinggal, Melbourne. 

"Untuk makanannya sendiri sih disini yang paling aku suka adalah brunchnya --breakfast dalam waktu yang berdekatan dengan lunch-- sih disini , even though is expensive compared to like makanan biasa it's expensive. And also serasanya kayak nggak makan beneran gitu, karenakan dari under breakfast and lunch, so we still need to have lunch and everything , but I really enjoy it because I think makanannya emang beda sama makanan Indonesia. And Melbourne tuh brunch spotnya tuh banyak banget jadi emang banyak banget tempat-tempat brunch yang lucu-lucu yang enak-enak terus I also love kayak Pastrinya disini , all the cakes and sweet and everything , Australia enak banget. Jadi I think one of my favourite meal kalau disini brunch dishes and also ya makanan-makanan bulenya yang kayak maksudnya 'creamy-creamy everything like that' , I like it sih , suka jadi I don't have difficult with food in AU and I enjoy it so far"jelasnya.

Alasan lainnya adalah, karena Australia
dianggap masih dekat dengan Indonesia


Chelsea kemudian menjelaskan perbedaan norma di Indonesia dan Australia , di Australia menurut Chelsea tidak ada status 'senior-junior' dengan disepakatinya Paham Egalitarinism --Sebuah Paham dimana semua harus diperlakukan sama pada hal-hal seperti Agama, Politik, Sosial, Ekonomi dan Budaya-- Hal ini membuat tidak ada batasan antara yang tua dan yang muda , serta yang lebih tinggi kedudukannya dalam suatu sistem pendidikan. Hal lain yang berbeda dari Norma masyarakat adalah tingkatan volume suara saat berbicara tidak boleh berbicara dengan nada keras yang menyebabkan keberisikan, Dimana saat di Melbourne, orang yang berbicara dengan suara keras dan cenderung berisik dianggap sangat mengganggu masyarakat dan dicap tidak baik. Diakui Chelsea, volume suara orang Indonesia agak lebih besar dari orang Melbourne. 




"Kalau perbedaan norma sendiri sih, disini jadi ada satu turn namanya Egalitarianism. Jadi itu artinya harus semua orang setara , so disini kita panggil guru by name, kita panggil orang yang lebih tua by name , apapun by name. So basically kita nggak ada manggil  Maam, Mrs, kalau di Indo kan harus ibu, tante , om terus kayak pak segala macem. Kalau disini nggak ada, (semua hanya) call by name.  Jadi lebih semua orang dianggap setara, nggak ada yang namanya hierarki kayak harus hormat atau gimana, nggak ada that's perbedaan normanya. And also juga kalau disini norma-norma masyarakatnya gitu 'we can't speak that loud' , kalau misalnya disini ada orang yang ngomongnya berisik sedikit langsung dilihatin gitu kayak 'ugh irritating' gitu, karena emang orang sini they are really-really chill, they talking nggak pelan banget sih cuma maksudnya kalau dibanding sama orang Indo, kadang lebih teriak lah, lebih enthusiastic , tapi kalau disini they are pretty much lebih diem. and also everyone is very very friendly tapi you must to talk them first kalau nggak dia very individualistic"ujarnya.




Chelsea kemudian menyarankan apa yang hendaknya bisa di contoh oleh masyarakat Indonesia dari orang-orang Melbourne yaitu tingkat tanggung jawabnya dan juga pengendalian volume suara agar bisa mengurangi polusi suara yang sudah sangat marak terjadi di Indonesia, terutama kota besar seperti Jakarta. 

"Yang harus dicontoh (orang Indonesia dari Australia) sebenarnya adalah tanggung jawab sih , tanggung jawab sama lingkungan ya, karena disini orang-orangnya lebih.. meskipun nggak ada orang yang lihatin, nggak ada polisi atau nggak ada apa tapi mereka tetap kayak... lebih tertib. Meskipun nggak semuanya tertib sih cuman kayak most of the time lebih tertib, dan kalau disini yang aku suka juga sebenarnya kinda noise level sih . Meskipun emang agak aneh tapi di Indonesia menurut aku salah satu alasannya , kenapa banyak banget suara berisik,  banyak banget kayak polusi suara itu karena emang semua orang used to dengerin  yang keras-keras hehe. Jadi I think itu bisa dicontoh sih supaya lebih quite , lebih peachful. Karena kalau di Indo misalnya ada yang nyetir terus ada yang lambat dikit langsung klakson, kalau disini 'they are try as much as they can't to ngeklakson gitu', jadi mereka lebih yang kayak chill kalau misalnya emergency banget sampe ada sesuatu yang kayak push them to do it baru mereka kayak klakson, so I think itu alasannya kayak Australia is safety peachful"ungkapnya.  (MAr.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar